Sedikit Cerita Tentang PARE “An Amazing Moment” - Pt. 2



PARE, KEDIRI.

Setelah sekitar dua bulan lebih berada di Pare, kami benar-benar hanya fokus pada Praktek Pengalaman Lapangan dan kursus Bahasa Inggris. Waktu kami padat. Sekitar pukul 7 pagi kami sudah berada di sekolah tempat kami PPL, pulang dari sekolah sekitar pukul 2 siang. Lalu lanjut di jam 2.30 siang kami pergi kursus. Pulangnya bisa sore pas maghrib, dan bahkan sampai jam 8.30 malam. Hari libur biasanya kami gunakan untuk me time di kost, sama sekali tak ada keinginan untuk melepas penat atau sekedar meengksplor Pare. Ada sih beberapa rencana, tapi yaa itu semua tinggal rencana.

Hingga tibalah kami disaat semua aktivitas itu tak lagi kami lakoni. PPL kami telah usai, kursus sudah tak sepadat dulu, dan otomatis waktu tinggal kami di Pare tak akan lama lagi. Kami pun memutuskan, saat itu saya dan 4 orang teman, memutuskan untuk refreshing ke beberapa tempat wisata di Kediri. Rute pun kami buat. Pertama kami akan mengunjungi Gunung Kelud. Karena di Papua tak ada gunung berapi, kami tak akan melewatkan kesempatan saat sedang berada di pusat perkumpulan gunung api. Lalu kami akan singgah pula ke Simpang Lima Gumul. Rasanya belum pas gitu yaa, kalau ke Kediri tapi belum ke Gumul. Kata orang-orang sih gitu. Jadi untuk meresmikan kedatangan kami, akan kami abadikan momen saat sedang berdiri di depan monumen tersebut. Lalu terakhir, kami akan pergi ke Gumul Paradise Island, salah satu water park yang ada di Kediri. Berhubung kami berasal dari Papua yang tinggal di kota kecil yang dikelilingi pantai, kami merasa penat tinggal di Pare. Apalagi Pare tak seperti Jawa yang ada dibenak kami yang tinggal di Papua. Yang katanya Jawa itu hawanya adem dan asri. Asri sih iya, tapi panas terik mataharinya tak ada beda dengan di Sorong. Maka kami memutuskan untuk melepas penat itu dengan berenang. Dan, karena Kediri tak memiliki wilayah pantai, satu-satunya penyelamat kami adalah water park.

Rencana itu kami susun di suatu sore yang mendung. Kendaraan yang akan kami naiki adalah 2 motor sewa. Di Pare itu sangat banyak penyedia jasa sewa transportasi motor dan sepeda. Syaratnya cukup mudah, hanya meninggalkan E-KTP. Biayanya kalau tidak salah ingat, 8 jam itu,, ah berapa yaa. Sulit untuk saya ingat, yang pasti tak merogoh kocek terlalu banyak. Nah, saat itu kebetulan diantara kami berempat hanya ada satu teman saya yang memiliki E-KTP. Otomatis hanya satu motor yang dapat disewa, kami pun memutar otak bagaimana caranya agar bisa mendapatkan satu motor lagi. Kami dengan wajah memelas meminjam E-KTP teman kami yang lain, yang kebetulan dia sudah pernah pergi ke tempat yang akan kami datangi. Jadi saat itu kami berjumlah 6 orang.

Setelah motor kami dapatkan, esoknya pukul 10 pagi kami sudah tancap gas meninggalkan Pare. Bekal kami cuma satu saat itu, yaitu google map. Heuheuu,, untungnya ini di Jawa kemana-mana tinggal buka map saja. Dan kebetulan saya dipercaya sebagai orang yang dapat membaca peta dengan baik. Saya pun duduk di kursi belakang memandu teman saya si Novi yang mengendari motor menuju Gunung Kelud. Sejujurnya saya kurang suka menjadi pemandu saat itu, karena saya jadi tidak bisa menikmati pemandangan sepanjang menuju Kelud. Tapi, daripada nanti kami tersesat.

Cuaca saat itu panas tapi tidak terlalu menyengat, lalu kemudian mendung mengantar kami sampai ke Kelud. Sebenarnya kami sempat tersesat karena saya memilih jalan yang salah. Di peta itu, sangat banyak sekali jalan menuju gunung tersebut, tapi tak dijelaskan mana jalan yang tepat. Yang seharusnya dilewati oleh wisatawan gituloh. Jadi gegara memilih jalan yang salah, kami pun tersesat memasuki sebuah perkebunan yang saaangaaat sepi. Untungnya Allah mempertemukan kami dengan seorang ibu-ibu yang baik hati yang mau mengembalikan kami ke jalan yang lurus. Tapi tetap saja petunjuk dari ibu-ibu itu belum terlalu jelas. Saya pun mencoba menerka-nerka menggunakan insting asal tau. Lalu dengan keyakinan dan mengucap Bismillah, saya memandu teman saya menuju sebuah jalan yang terlihat lebih baik kondisinya dari yang lain. Jadi, saat itu sebenarnya posisi kami sudah berada di kaki Gunung Kelud, hanya saja kami terperangkap dalam sebuah desa yang sebenarnya dibalik desa itu adalah jalan utama menuju Gunung Kelud. Jalanan di desa itu benar-benar tidak recommended, tak beraspal dan penuh kerikil-kerikil dan bahkan bebatuan berukuran besar. Singkat cerita setelah melewati jalan yang terpilih itu, kami pun selamat dari ketersesatan. Nah, di jalan utama itu, aspal begitu mulus, sangat kontras dengan kondisi jalan di desa yang tadi kami lewati. Ckck..

Setelah melewati jalan itu sekitar 50 meter, kami memasuki semacam gapura dan harus membayar kontribusi masuk sebesar Rp.2000 rupiah per motor. Pikir saya mungkin sudah dekat dengan Kelud. Namun ternyata perjalanan ke Kelud masih panjang. Tapi udara dingin sudah terasa dari jarak yang masih jauh itu. Setelah sampai di tempat parkiran motor, karena motor tak bisa terus naik sampai ke atas, kami pun harus jalan kaki sampai ke tempat dimana sudah tak ada lagi jalan. Sayangnya saat kami kesana, kabut begitu sangat tebal. Menutupi semua pemandangan sekitar. Semakin keatas semakin berkabut. Tapi kami sih enjoy saja, toh pemandangan seperti itu juga tak pernah kami saksikan di Papua.

Setelah puas berkeliling dan mengabadikan gambar, kami pun turun untuk pulang. Di tengah perjalanan menuju keluar gapura yang tadi kami masuki, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Tanpa permisi dan tanpa aba-aba. Directly turun dengan sangat deras. Kami pun menunda perjalanan dengan berteduh di sebuah tempat makan. 30 menit berlalu, hujan pun reda kami lalu kembali melanjutkan perjalanan.

Tujuan kami selanjutnya adalah Gumul Paradise Island. Jadi kami merubah rute, yang awalnya seharusnya ini dikunjungi paling terakhir, tapi kami pindahkan ke yang kedua. Karena kami khawatir water park itu akan tutup jika kami memilih lebih dulu ke Gumul. Dan benar saja, setibanya kami di water park, waktu sudah menunjukkan pukul 4.30 sore. Kami pun hanya memiliki waktu 30 menit untuk berenang karena tempat ini tutup pukul 5 sore. Tak apalah meski cuma sebentar, setidaknya kami bisa celup-celup badan sedikit di air, itu sudah cukup melepas rindu pada pantai. Hahaaa

Setelah mandi-mandi yang singkat itu lalu membilas badan kami dengan air tawar, kami pun keluar menuju parkiran motor. Alangkah terkejutnya kami, karena ternyata hujan kembali menyapa kami. Kali ini ia turun lebih deras dari yang sebelumnya. Kami pun melakukan brainstorming dan sedikit berdiskusi. Waktu sewa motor sebentar lagi akan habis. Hujan turun seakan tak peduli betapa sangat inginnya kami berpotret di depan Gumul. Untuk pertama dan terakhir kalinya saat kunjungan ke Pare kali ini. Sebab esok hari kami sudah harus bertolak ke Surabaya. Nah, kebetulan letak water park ini tidak terlalu jauh dari Gumul. Kami pun memutuskan untuk singgah sebentar ke Gumul untuk berfoto. Perjalanan yang hanya memakan waktu sekitar 7 menit itu ternyata membuat kami basah kuyup. Hujan membuat kami mandi kembali. Kami yang  saat itu berjalan di bawah hujan, semakin kebingungan mencari letak parkiran kendaraan. Ditambah kondisi yang sudah basah kuyup begitu, rasa malu kami pun muncul. Akhirnya saya dengan sigap mengambil keputusan. "Berhenti di pinggir jalan saja terus foto yang penting gumulnya kelihatan". Dan ketiga temanku itu setuju. Oke fix, motor diparkir ke pinggir jalan, lalu kami berpose dengan benar- benar seadanya dan apa adanya. Yah, seperti yang kalian lihat pada foto diatas. Bayangkan betapa sulitnya mengambil foto itu, karena handphone harus benar-benar terlindungi dari hujan. Ah, tak apalah setidaknya ada foto yang bisa dipamerkan pada teman di Sorong, bahwa kami telah resmi pernah berkunjung ke Kediri. Hahah.

Setelah pengambilan foto yang mengenaskan itu, kami pun melanjutkan perjalanan. Tentunya masih dengan panduan Google map. You know guys,, betapa kerasnya usaha saya mengintip-intip handphone dari balik tas, melindunginya agar tetap kering. Hikz....

Kami tiba di Pare tepat pukul 6 sore. Motor kembali ke pemiliknya tepat di jamnya, ia efisien digunakan selama 8 jam. Pulang menuju kost, kami singgah membeli gorengan yang berjudul Gorengan khas Bandung.

Sesampainya di kost, kami pun kembali mandi air tawar untuk menyegarkan badan dan mengurangi resiko akan terkena demam dan pilek. Setelah itu, kami semua berkumpul bercengkrama menikmati teh hangat dan gorengan khas Bandung. Bercerita kembali pengalaman yang baru kami ukir. Tentang betapa kerasnya usaha kami untuk travelling yang singkat itu. Tapi terima kasih Allah, telah membawa kami pulang dengan selamat dan tepat waktu.

Ohiya, berikut ini saya tampilkan beberapa momen yang sempat diabadikan:





Ini penampakan sekitar Gunung Kelud saat itu, sangat berkabut. Oh iya ini kami posisinya sudah di bagian paling atas gunung yang masih ada jalannya.





Kalau ini pose di jalanan yang sudah kebawah. Kayaknya keren saja sih foto dengan latar berkabut gitu yaa.. xixiii




Nah, ini di sisi sebelah dari foto sebelumnya. Di belakang kami adalah pohon-pohon kering bekas terkena letusan Kelud tahun 2014 silam. Bahkan setelah dua tahun, mereka masih kokoh berdiri meski sudah tak ada lagi daun.




Inilah proses mandi celup-celup badan yang sangat singkat itu. Hahaaa....




Here we are, Novi, Lovi, Eka, Rara...




Baiklah kawan-kawan, itulah sedikit cerita pengalaman liburan saya di Kediri. All was new for me. Terima kasih sudah membaca. Semoga sehat selalu ya. :-)

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Kaidah Bahasa Indonesia

Kurangnya Pendidikan Moral di Sekolah

Lack Of Moral Education In School