ANIMAL LOVER




            Perkenalkan, saya Eka. Seorang pecinta hewan dari timur Indonesia. Hanya sekedar pecinta, bukan pemerhati atau penyelamat hewan. Bukan..bukan. Lebih tepatnya masih sebatas pecinta hewan, karena belum bisa melakukan lebih. Semoga tulisan random ini bisa menjadi langkah awal untuk bisa lebih melakukan tindakan kepada hewan-hewan yang kurang beruntung.

            Hewan. Apa sih, yang muncul di benak teman-teman jika membaca tulisan tersebut?. Sebagian  besar mungkin akan menjawab makhluk hidup. Ya memang begitu adanya, mereka adalah salah satu dari tiga jenis makhluk hidup. Ada yang mengatakan mereka berada di tingkat kedua setelah manusia dan sebelum tumbuhan. Setelah manusia karena mereka hampir memiliki semua indera yang dimiliki manusia. Mereka hanya tak berbekal akal untuk berpikir, sebagian mungkin akan berpendapat mereka pun tak memiliki perasaan seperti manusia. Mereka berada di atas tumbuhan, karena mereka dapat melakukan gerakan. Berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Lalu, apakah tumbuhan adalah jenis makhluk hidup yang paling banyak memiliki keterbatasan? Tentu saja tidak. Tumbuhan pun lebih beruntung dari batu dan benda mati lainnya. Okey, mungkin akan ada yang berpendapat bahwa tumbuhan tak dapat melihat, mendengar, dan berbicara. Tapi apakah benar seperti itu? Kita tak pernah tau. Mungkin saja mereka melakukan itu. Hanya saja ilmu pengetahuan manusia yang mungkin tak dapat menjangkaunya

            Baiklah, sudah cukup ya pembukaannya. :)

Kenapa sih menjadi pecinta hewan? Kalau ada yang bertanya seperti itu, saya tak akan langsung menjawab. Tapi akan saya perbaiki dulu pertanyaannya. Kenapa sih bisa cinta sama hewan? Nah... Karena pecinta hewan bukanlah profesi yang membutuhkan proses untuk menjadi sesuatu. 

Berdasarkan pengalaman pribadi, kecintaan saya pada hewan berawal dari kucing. Hewan imut nan menggemaskan itu telah sejak kecil menghiasi hidup saya. Tapi kucing kan termasuk hewan jinak yang sering kita temui di kehidupan kita, sedangkan konteks pecinta hewan semestinya mencakup seluruh jenis hewan. Iya benar sekali. Dari perasaan sayang pada kucing itulah lalu muncul rasa untuk memperhatikan mereka. Tanpa pandang bulu. Maksudnya entah itu kucing persia, scottish, bengal, british short-hair, kucing kampung, sampai kucing kurus tak terawat yang sering dijumpai di tempat sampah. Awalnya sih, benar-benar hanya fokus pada kucing. Secara alamiah, rasa sedih sampai meneteskan air mata seringkali terjadi jika melihat kucing yang kurang beruntung. Hingga perasaan itu berkembang pada hewan-hewan lainnya seperti anjing, gajah, ikan, burung, ular, kuda, singa dan semua jenis hewan. 

Nah, ada pengecualian disini pada jenis hewan buas. Otomatis pada hewan yang hidup tak berdampingan dengan manusia itu, tak mungkin dapat kuperlakukan sama dengan hewan jinak seperti kucing. Maka kecintaan pada hewan buas ini tak dapat kucurahkan sepenuhnya. Namun lebih kepada rasa ingin melindungi mereka yang tersakiti karena ulah manusia. 

            Iya teman-teman, ulah manusia. Disinilah alasan yang paling mendasari saya memiliki rasa ingin melindungi hewan apapun itu. Nah, sedikit mengingatkan kembali. Hewan adalah makhluk hidup, manusia pun sama, dan tumbuhan pun begitu. Perbedaan mereka bertiga terletak pada bentuk tubuh dan satu kelebihan yang diberikan kepada manusia, yaitu akal. Hewan hanya terbatas memiliki insting. Disini saya tak akan banyak membahas tumbuhan, namun ia bisa ada di tulisan lain di blog ini. 

            Manusia dengan banyaknya kelebihan yang ia miliki dibanding dua jenis makhluk hidup lainnya, seringkali mendatangkan sifat tinggi hati. Merasa dirinya paling hebat, paling beruntung, dan paling istimewa. Ya, itu semua memang benar adanya. Tapi ada sebagian manusia yang dengan sifat angkuhnya itu, ia merasa hal yang tak mampu menyainginya itu tak memiliki arti. Maka terjadilah tindakan semena-mena. Demi memuaskan hasrat akan materi, memuaskan keinginan hati dan ego, segala cara dilakukan semaunya. Hewan pun ikut terkena imbas dari perlakuan semena-menanya itu. 

            Contoh kasus, seorang ibu sedang menggoreng ikan di dapur. Pintu dapur terbuka lebar dan di luar ada seekor kucing lapar memelas menunggu diberi makan. Terlihat 5 ikan yang telah digoreng diletakkan di atas tirisan tepat disamping kompor. Tiba-tiba, ponselnya berdering, yang saat itu terletak di ruang tengah. Si ibu tersebut pun bergegas menuju ruang tengah untuk menjawab panggilan itu. Sekembalinya ia ke dapur, dilihatnya ikan di atas tirisan telah berkurang menjadi 4 ekor. Menengoklah ia ke pintu dapur dan disana terlihat si kucing lapar sedang menikmati salah satu ikan yang telah ia goreng tadi. Naiklah emosinya seketika memenuhi seluruh tubuhnya. Diambilnya termos yang masih terisi penuh. Tanpa menyelipkan perasaan iba sedikitpun di hatinya, disiramlah kucing lapar itu dengan air panas dari termos tersebut. Kucing pun menjerit kesakitan. Saking sakitnya, tak mampu ia untuk berjalan. Si ibu masih tetap tanpa rasa iba sedikitpun, langsung menendang si kucing mengusirnya dari rumahnya. 

            Kasus kedua. Seorang pemburu handal bersama anaknya yang baru saja belajar menggunakan senapan sedang berjalan menuju hutan. Mereka hendak mencoba kemampuan sang anak di alam terbuka. Dengan menjadikan objek bergerak yang nyata sebagai target. Setelah memasuki hutan cukup jauh, mereka memilih tempat yang aman untuk menunggu kedatangan si target. Tak perlu waktu lama untuk menunggu, terlihatlah dari kejauhan seekor beruang hitam sedang berjalan-jalan dengan malasnya. Ayah dan anak itu pun segera mengambil posisi, mempersiapkan senapan dan mengarahkannya pada beruang liar tersebut. Setelah memperkirakan posisi senapan telah sesuai, sang anak pun langsung menarik pelatuk senapan dan duaaar. Suara tembakan memecah keheningan hutan yang sunyi itu. Terlihat, si beruang tiba-tiba jatuh tersungkur dengan darah yang mengalir di perut bagian kanannya. Sang ayah dan anaknya masih menunggu. Hingga terlihat beruang tersebut tak lagi melakukan gerakan, mereka lalu berjalan mendekatinya. Mereka pun mengabadikan gambar bersama beruang yang tak lagi bernyawa itu. Mengabadikan kelihaian sang anak di hari pertamanya menggunakan senapan di alam terbuka. Setelah puas dengan beberapa jepretan, sang ayah dan anak meninggalkan hutan dengan perasaan puas dan bangga. Sementara si beruang, tetap dalam posisinya hingga ia membusuk.

Nah, dari dua contoh kasus yang pernah terjadi di atas, bagaimana pendapat teman-teman. Pada kasus pertama, kira-kira siapa yang salah? Si kucing lapar atau si ibu? Tanpa ada maksud membela kucing, akan saya katakan si ibu tersebutlah yang salah. Sebagai manusia yang diberi kelebihan akal, semestinya si ibu tersebut bisa menggunakannya dengan bijak. Ia bisa melakukan beberapa tindakan antisipasi agar kucing tak mencuri ikan yang telah digorengnya. Seperti meletakkan ikan tersebut di dalam lemari. Atau ketika ia hendak meninggalkan dapur untuk mengambil ponselnya, ia bisa menutup pintu dapur terlebih dahulu. Sementara si kucing, hanya dengan insting yang ia miliki ia akan menggunakannya untuk mencari jalan dan celah agar dapat mengambil ikan yang terletak di samping kompor. Ia tak mampu berpikir dan menerka bahwa mungkin si ibu akan memarahinya. Baiklah, kasus pertama ini bisa berubah penyelesainnya tergantung jenis-jenis kucing. Kucing dalam kasus ini adalah kucing yang mewakili kucing pada umumnya.

Pada kasus kedua, tak perlu saya jelaskan panjang lebar pun sudah jelas untuk memuaskan nafsunya semata, kedua manusia tak berhati nurani itu menembak beruang yang jelas tak bersalah. Maka seharusnya manusia tak perlu heran apalagi marah jika hewan buas suatu hari menyerangnya, terutama pada mereka yang mengganggu habitat hidup hewan-hewan buas itu.

Baiklah teman-teman, itu baru dua kasus dari sekian banyak animal abuse yang terjadi di dunia ini. Intinya sebagai makhluk yang berakal, manusia haruslah bisa lebih bijak menggunakan akalnya, bahkan hati nuraninya. Jangan sampai kalah dengan hewan. Jika ada yang mengatakan hewan tak memiliki perasaan, itu tak sepenuhnya benar. Banyak contoh nyata dimana hewan menunjukkan sikap memiliki perasaan. Seperti anjing yang menyelamatkan kucing yang hampir tenggelam di kolam, atau burung yang berteriak-terika meminta tolong ketika ada kawannya yang mati.
Teman-teman, semua makhluk hidup di dunia ini telah terlahir dengan kodratnya masing-masing. Berbeda dengan manusia, hewan yang tak berakal memang akan melakukan cara apapun untuk memenuhi kebutuhan biologisnya seperti rasa lapar. Dan dalam dunia hewan pun, mereka yang lemah akan kalah dengan mereka yang lebih besar dan lebih kuat. Itu sudah kodrat mereka dan sudah menjadi alur hidup alami mereka bersama alam yang disebut ekosistem. Bukankah teori tentang ekosistem adalah hasil kecerdasan manusia? Dan masih dengan teori temuan manusia itu, jika salah satu rantai makanan itu terganggu, maka akan terganggu pula kehidupan seluruh makhluk hidup yang ada di dalam ekosistem itu. 

Memang tak semua manusia sama seperti dua contoh kasus yang saya paparkan di atas, namun jika kita tetap membiarkan orang-orang seperti itu melakukan itu, kita akan terkena dampaknya pula. Kemungkinan yang akan terjadi seperti semakin sedikit manusia yang menggunakan akal sehatnya dalam menjalani kehidupannya. Jika mereka dibiarkan, kita akan hidup berdampingan dengan orang-orang yang lebih mengedepankan nafsunya. Jika hewan sebagai pelampiasannya tiba-tiba punah, maka target mereka selanjutnya bisa saja ke sesamanya yaitu manusia juga. Kemungkinan hal ini terjadi sangatlah kecil, tapi pastinya kita semua ingin agar manusia tetap hidup dalam kodratnya bukan?. 

Maka, jika hewan saja bisa memiliki rasa simpati dan belas kasih, sudah seharusnya kita sebagai manusia lebih pantas untuk memiliki rasa itu. Jadi teman-teman, alasan paling utama saya harus cinta pada hewan adalah untuk melindungi mereka. Melindungi dari apa? Tentu saja dari animal abuse atau animal cruelty atau animal testing yang dilakukan oleh manusia dengan berbagai macam alasannya. Intinya sih satu saja, mari kita hidup berdampingan dengan aman dan nyaman bersama makhluk hidup lainnya di bumi ini. Agar keseimbangan alam tetap terjaga dan bumi pun tetap lestari. Dengan menebar cinta kepada apapun itu, dan pastinya semua ini tak lain dan tak bukan adalah untuk keberlangsungan hidup manusia itu sendiri. Oke, sekian dulu tulisan saya tentang topik kali ini. Mohon maaf apabila ada salah-salah kata. 

Terima kasih ya sudah membaca sampai akhir.

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Kaidah Bahasa Indonesia

Kurangnya Pendidikan Moral di Sekolah

Lack Of Moral Education In School