Kurangnya Pendidikan Moral di Sekolah
Sumber daya
manusia merupakan aspek utama dalam pembangunan suatu bangsa. Salah satu sumber
daya manusia yang dianggap penting yaitu generasi muda. Peran generasi muda
tergolong sangat penting dalam rangka pembangunan di Indonesia sebagai sebuah negara
yang merdeka. Generasi muda diharapkan mampu bersikap nasionalis sesuai dengan
Pancasila dan UUD 1945 dan bermoral sesuai dengan ajaran agama. Sikap tersebut
dapat diwujudkan seperti menempatkan persatuan, kesatuan, serta keselamatan
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, tidak mudah menyerah, berjiwa
pembaharuan, dan sebagainya. Pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan
melalui pendidikan dari dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Namun
demikian, generasi muda merupakan kader pembangunan yang sifatnya masih
potensial, sehingga perlu dibina dan dikembangkan secara terarah dan
berkelanjutan melalui lembaga pendidikan sekolah.
Dewasa
ini, tuntutan zaman sangatlah tinggi, orang-orang yang tidak mempunyai keahlian
akan susah sekali untuk mendapatkan pekerjaan. Salah satu upaya untuk
mendapatkan pekerjaan atau hidup layak adalah dengan cara menempuh pendidikan setinggi-tingginya.
Pada zaman sekarang, orang-orang berbondong-bondong untuk mendapatkan
pendidikan. Para orang tua rela mengeluarkan uang untuk menyekolahkan anaknya
di sekolah yang bergengsi atau perguruan tinggi favorit agar anaknya kelak
dengan pendidikan yang baik nantinya akan mendapatkan kehidupan yang baik pula.
Hal itu merupakan salah satu bukti, bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat
penting. Namun demikian, anggapan itulah yang berkembang di masyarakat
Indonesia, yakni menempuh pendidikan hanya untuk mendapatkan pekerjaan, padahal
manfaat pendidikan itu bukan hanya sekedar mendapatkan pekerjaan tetapi sangatlah
luas, hampir mencakup semua aspek kehidupan.
Pendidikan adalah
suatu proses yang berlangsung sejak seseorang masih kecil untuk mencapai
kematangan berpikir atau kedewasaan. Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat
dilepaskan dari kehidupan manusia. Pendidikan tidak lain sebagai proses
perolehan pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan aspek perilaku lainnya kepada
setiap generasi. Upaya-upaya tersebut sudah dilakukan sepenuhnya oleh
kekuatan-kekuatan masyarakat. Hampir segala sesuatu yang kita pelajari adalah
hasil dari hubungan kita dengan orang lain, baik di rumah, sekolah, kantor, dan
lainnya. Dengan kata lain, dimanapun kita berada kita pasti akan belajar dan
memperoleh ilmu pengetahuan.
Melalui
pendidikan, maka akan timbul dalam diri seseorang untuk berlomba-lomba dan
memotivasi diri untuk menjadi lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Beberapa
fungsi pendidikan antara lain untuk mengembangkan dan membentuk kepribadian,
transmisi budaya, integrasi sosial, inovasi, dan pra alokasi tenaga kerja.
Namun demikian, pada intinya pendidikan itu bertujuan untuk membentuk karakter
seseorang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sekolah sebagai lembaga
formal pelaksanaan pendidikan merupakan pemegang peran utama peyaluran ilmu kepada
siswa. Sekolah merupakan salah satu pusat pendidikan yang diharapkan bisa
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia menjadi manusia beriman
dan berguna bagi bangsa dan negaranya. Salah satu fungsi sekolah yaitu
bertanggung jawab melaksanakan pembinaan menurut ketentuan yang berlaku.
Seperti pengajaran materi yang bersifat kognitif dan juga bimbingan terhadap
aspek afektif siswa.
Pendidikan di sekolah mengandung beberapa kegiatan
yang meliputi pengajaran, bimbingan, dan pelatihan. Dimana ketiga kegiatn itu
harus berjalan dengan benar, sehingga nantinya akan melahirkan manusia yang
utuh, yang cerdas dan bermoral, dan mampu bertahan hidup dengan layak, serta
mampu beradaptasi dengan lingkungan dan perubahan zaman yang berlangsung terus
menerus. Tetapi kebanyakan guru-guru atau lembaga pendidikan di Indonesia
dominannya hanya menjalankan satu kegiatan saja yakni pengajaran. Kegiatan
bimbingan dan pelatihan sangat kurang sekali diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan.
Sehingga para siswa nantinya hanya akan pintar secara intelektual saja tetapi
tidak dibekali bimbingan dan pelatihan untuk hidupnya yang akan bermanfaat bagi
kehidupannya setelah terjun di masyarakat.
Seperti
yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal
ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru
tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada
siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi
guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali
guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain
berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai
pelajaran yang mereka ajarkan. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak
lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru
berpengalaman yang pensiun.
Kesalahan
pendidikan sekarang adalah orang-orang lebih mengutamakan nilai yang bersifat
kuantitatif saja, daripada nilai yang bersifat kualitatif yang merupakan nilai moral yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan. Orang-orang untuk mendapatkan nilai raport atau IPK
yang baik, mereka rela melakukan berbagai cara, salah satunya dengan mencotek,
curang dalam ujian, dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan ciri-ciri orang
yang lebih mengutamakan nilai dalam bentuk angka, bukan mengutamakan nilai moral yang baik. Hal ini terbukti pada para
pemimpin atau pejabat-pejabat di Indonesia yang memiliki kepintaran intelektual,
namun karena kepintarannya itu tanpa dibarengai nilai moral yang baik, banyak
yang tidak menjalankan amanahnya. Contohnya adalah tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme. Mereka setelah
diberi amanah, mereka lebih mengutamakan kepentingan pribadi dibandingkan
kepentingan umum. Itulah ciri betapa rendahnya nilai moral di bangsa kita.
Padahal dengan ilmu yang biasa saja tetapi nilai moralnya baik, insya allah
bangsa ini akan makmur, apalagi dengan ilmu yang baik dan nilai moral yang
tinggi, tidak diragukan lagi akan tercipta suatu bangsa yang madani.
Pertanyaan
yang muncul selanjutnya ialah lalu seperti apakah pendidikan moral itu? Pendidikan
moral adalah pendidikan untuk menjadikan anak manusia bermoral atau
bermanusiawi. Artinya pendidikan moral adalah pendidikan yang bukan mengajarkan
tentang akademik, namun non akademik khususnya tentang sikap dan bagaimana
perilaku sehari-hari yang baik. Sayangnya saat ini, di Indonesia sudah minim
sekali atau hampir tidak ada guru yang mengajarkan hal tersebut. Hal ini tentu
saja menyebabkan kehancuran moral siswa atau siswi saat ini, dampak yang jelas
sekali terlihat adalah banyaknya tawuran yang terjadi sekarang. Hal ini
membuktikan bahwa tidak terkontrolnya emosi yang ada pada diri siswa. Mereka
sudah mulai mengikuti hawa nafsunya tanpa bisa mengendalikannya. Hal ini tentu
saja merupakan salah satu tugas guru untuk mendidik siswa-siswinya untuk menjadi
manusia yang bermartabat.
Pelaksanaan
pendidikan moral khususnya di Indonesia ini menjadi sangat penting, melihat
terjadinya krisis moral yang amat kronis yang tengah terjadi di negara ini.
Bahkan fakta menunjukkan sekarang ini sebagian besar pelajar dan juga masyarakat
Indonesia telah hengkang dari peradaban ketimuran yang dikenal sebagai
bangsa-bangsa yang beradab, santun, dan beragama. Masyarakat Indonesia pada
umumnya menelan peradaban barat tanpa seleksi yang matang. Di samping itu,
sistem pendidikan Indonesia lebih berorientasi pada pengisian kognisi dengan
penigkatan intelengence quetiont. Walaupun juga di dalamnya termasuk pendidikan
Emotional Question. Sedangkan warisan terbaik bangsa kita adalah tradisi
spiritualitas yang tinggi yang kini tergadai dan lebih banyak digemari oleh
orang lain di luar negeri.
Akibat
dari menipisnya tradisi spiritual pada pribadi pelajar pada umumnya menimbulkan
efek-efek yang buruk. Salah satu contoh masalah sosial dan masalah moral yang
muncul dari kalangan pelajar yaitu meningkatnya pemberontakan remaja atau
kemerosotan etika dan sopan santun pada pelajar. Pemberontakan yang sering
dilakukan oleh para pelajar di antaranya melakukan perusakan pada fasilitas
umum maupun di lingkungan sekolah, dan juga melakukan tawuran antar pelajar
yang sama sekali tidak ada kemaslahatan. Hal ini merupakan bukti semakin
pudarnya etika dan sopan santun pelajar. Seorang pelajar yang seharusnya
menunjukkan sikap dan etika yang bermoral, berubah menjadi seperti orang yang
tidak sedang menempuh pendidikan. Mereka dengan tanparasa malu dan bertanggung
jawab melakukan tawuran yang meresahkan masyarakat. Apabila datang kepolisian
hendak mengamankan para pelajar tersebut, mereka lari tunggang langgang tak
karuan. Sungguh kenyataan ironis, yang menggambarkan tidak adanya jiwa
pemberani pada diri seorang pelajar.
Permasalahan
lainnya yaitu meningkatnya ketidakjujuran, seperti suka bolos, mencontek, dan
suka mencuri. Hal tersebut sebenarnya bertujuan untuk mencapai kepentingan
pribadi atau kelompok dari siswa itu sendiri. Mereka rela bolos sekolah untuk
melakukan kegiatan lain yang tidak memberi dampak positif. Mereka rela
mencontek, demi mendapatkan nilai yang tinggi karena takut akan tinggal kelas. Bahkan
kegiatan bolos saat jam pelajaran dan mencontek saat mengerjakan tugas atau
ujian, seperti sudah menjadi tradisi yang sulit untuk dihilangkan dalam ruang
lengkup pendidikan sekolah. Hal yang lebih mencengangkan lagi yaitu sikap tidak
jujur ini tidak hanya terjadi pada kalangan pelajar. Para pendidik pun sering
melakukan kecurangan seperti memberikan jawaban UAN, dan melakukan hal yang
dilarang kepada siswa. Dunia pendidikan terlihat seakan penuh dengan
mental-mental moral yang rendah. Sikap tidak jujur sebenarnya tidak murni
tumbuh dari lingkungan sekolah. Namun sekolah memiliki kewajiban membimbing dan
mendidik siswa agar menjadi pribadi yang berakhlak mulia.
Masalah
moral yang lain juga yaitu berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru,
dan figur-figur yang berwenang. Para pelajar kini sudah tidak membedakan mana
yang tua yang harus di hormati dan mana yang harus diperlakukan sebagai teman.
Mereka menganggap semua orang adalah sama sehinga rasa hormat terhadap yang
lebih tua telah hilang. Selain itu, kata-kata kotor juga sering dilontarkan
tanpa rasa bersalah kepada orang tua, guru, dan juga figur-figur yang berwenag
seperti polisi. Mereka merasa diri merekalah yang harus dihormatai dan
dimaklumi. Perasaan tersebut sebenarnya tumbuh dari jiwa seorang remaja yang
masih labil dan sedang mencari jati dirinya. Para pelajar pun membentuk sebuah
komunitas atau kelompok-kelompok yang kejam dan bengis. Dimana
kelompok-kelompok itu saling bermusuhan dan mengadakan perkelahian satu sama
lain. Sungguh sebuah fenomena yang sangat pahit.
Ciri
lain yang termasuk ke dalam permasalahan moral yaitu penggunaan bahasa yang
kasar dan tidak sopan. Sebagai seorang pelajar yang sedang menempuh pendidikan,
sudah semestinya bahasa yang digunakan adalah bahasa pendidikan yang sopan dan
bermakna. Namun, kenyataan saat ini menunjukkan bahwa pelajar sudah tidak
membudayakan bahasa pendidikan dan mulai melestarikan bahasa-bahasa yang
berkembang di masyarakat yang bersifat kasar dan tidak sopan. Jika para pelajar
yang merupakan generasi muda penerus bangsa ini sudah tidak memperdulikan
penggunaan bahasa, lalu siapa lagi yang akan melestarikan bahasa Indonesia yang
terkenal beradab dan penuh kesantunan.
Masalah
lain yang tidak asing lagi di telinga kita ialah, timbulnya gelombang perilaku
yang merusak diri sendiri. Contohnya, perilaku seksual prematur atau pergaulan
bebas, penyalahgunaan narkoba, dan perilaku bunuh diri. Hal-hal ini merupakan
dampak nyata bahwa telah menipis bahkan hilangnya nilai moral pada anak bangsa.
Fakta tersebut juga menunjukkan bahwa keimanan anak bangsa yang sangat lemah
sehingga dengan mudah terhasut rayuan-rayuan negatif. Ditambah, belum matangnya
kemampuan dalam berpikir, membuat mereka selalu mengikuti arus tanpa melakukan
seleksi baik dan buruknya suatu hal. Para remaja yang sedang mencari jati
dirinya bahkan tidak segan-segan bergabung ke dalam komunitas pergaulan yang
memperkenalkan mereka pada dunia kelam yang sangat merugikan diri mereka
sendiri. Namun demikian, berbagai persoalan yang telah dikemukakan di atas
belum mencakup kerusakan moral yang terjadi pada pelajar. Masih banyak tindakan
menimpang para pelajar yang terjadi di lapangan.
Gejala
pengabaian aspek moral dalam sekolah bukan hanya terlihat pada siswa. Jarang
sekolah yang mengeluarkan ungkapan tentang pertanggungjawaban moral guru di
dalam pendidikan. Banyak sekolah tidak peduli bagaimana sikap moral guru di
luar sekolah. Ada yang merokok, tetapi sekolah melarang siswa merokok, sampai
yang memiliki simpanan wanita lain. Ada yang memberikan nilai buruk, kecuali
jika siswa itu les privat dengan gurunya, sampai yang mengancam akan tidak
meluluskan jika tidak menyetor sejumlah dana tertentu. Terkadang perilaku
sedemikian memang sulit ditindak langsung secara hukum karena memang sulit
mendapatkan bukti autentik yang sah secara hukum. Tidak mungkin menangkap guru
yang merokok, tetapi kita bisa menghukum siswa yang merokok. Berarti disini
terjadi suatu perbedaan standard moral yang diberlakukan di sekolah. Mengapa
pendidikan moral begitu penting di dalam sekolah?
Alasan
pentingnya pendidikan moral di sekolah yaitu pertama, pendidikan moral yang
buruk dalam sekolah menjadikan pendidikan menghasilkan penjahat-penjahat
canggih di masa depan. Seorang siswa yang pandai, dengan berbagai pengetahuan
yang banyak, tetapi bermoral rusak, akan menjadi alat perusak masyarakat yang
berbahaya sekali. Salah langkah dalam kegiatan mendidik-membentuk ini, pasti
membuahkan tipe manusia salah jadi yang mengerikan dan berbahaya bagi kehidupan
bersama di masa-masa mendatang.
Kedua,
manusia adalah makhluk yang bernilai moral. Pendidikan adalah mendidik hidup.
Hidup bukan sekedar sebuah kebetulan, melainkan ada makna dan tujuan di
dalamnya. Disitu seorang siswa belajar bukan untuk sekedar belajar pengetahuan
kognitif, tetapi bagaimana implementasi ilmunya menjadikan hidupnya bermakna,
baik secara individu maupun dalam masyarakat. Maka, tanpa kehidupan moral yang
baik seluruh hidup menjadi tidak bermakna, ataupun bahkan menjadi sangat
negatif. Untuk apa dia hidup dan eksis di dunia jika hanya menjadi perusak dan
penghancur masyarakat, mendatangkan aib bagi keluarga, lingkungan dan negara.
Terkadang kita kasihan menghukum mati penjahat, tetapi langkah preventif dari
sejak kecil tidak diperhatikan dengan baik.
Ketiga,
salah sekali jika beranggapan manusia itu pada dasarnya baik. Manusia justru
bertendensi jahat dan berdosa. Untuk itulah perlu ada pendidikan. Sangat sulit
membentuk manusia menjadi orang baik, tetapi begitu mudahnya seseorang untuk
menjadi rusak. Jika seseorang anak dibiarkan begitu saja, ia akan
berkencenderungan berbuat jahat ketimbang berbuat baik. Ketika manusia
dibiarkan tanpa pendidikan baik, ia akan dengan cepat mengadopsi
perilaku-perilaku jahat, malah memperkembangkan daya kreatif negatifnya,
ketimbang dia berusaha mengadopsi perilaku-perilaku baik. Perlu perjuangan
berat seseorang bisa mengadopsi perilaku baik dan mengembangkan daya kreatif
yang positif dan bermoral tinggi. Unsur moral cenderung diabaikan, sejauh itu
tidak mengganggu diri (dan boleh mengganggu orang lain). Perlu upaya serius
untuk seseorang anak dididik menjadi anak yang bermoral tinggi, yang hidupnya
jujur, adil, mulia, suci dan berintegritas.
Untuk
merespon gejala kemerosotan moral pada ruang lingkup pendidikan tersebut, maka
peningkatan pelaksanaan pendidikan moral di sekolah merupakan tugas yang sangat
peting dan mendesak sebagai lembaga pendidikan resmi yang mempunyai tujuan
memproduksi siswa yang pintar dalam segi intelektual, emotional, dan spiritual
question. Hal tersebut perlu dilaksanakan secara komprehensif dan dengan
menggunakan startegi serta model pendekatan secara terpadu. Startegi tersebut
dapat diwujudkan dengan melibatkan semua unsur-unsur yang terkait dalam proses
pembelajaran atau pendidikan, seperti guru, kepala sekolah, orang tua murid,
tokoh masyarakat, dan juga siswa itu sendiri. Tujuan pendidikan moral tidak
semata-mata untuk menyiapkan peserta didik untuk menelan mentah-mentah konsep
pendidikan moral, tetapi yang lebih penting ialah terbentuknya karakter yang
baik, yaitu pribadi yang memiliki pengetahuan moral, peranan perasaan moral,
dan tindakan atau perilaku bermoral.
Ada
banyak hal yang bisa dan perlu sekolah lakukan dalam pendidikan moral. Di
antaranya, pertama, setiap institusi pendidikan perlu memperhatikan bukan hanya
hebatnya pengetahuan atau gelar guru atau dosennya, tetapi juga perilaku
moralnya. Perlu ada mekanisme pengujian kehidupan keseharian insan pendidikan,
bukan hanya kekuatan intelektualnya saja. Kedua, perlu adanya penilaian
kelakuan di sekolah. Seorang siswa lulus atau naik kelas, bukan hanya diukur
oleh kemampuan intelektualnya, tetapi juga kemampuan sosial, moral, mental dan
spiritualnya. Dengan demikian, sekolah betul-betul menjalankan fungsi pedagogis
yang benar. Ketiga, sekolah juga perlu secara berkala melibatkan orang tua di
dalam pembinaan moral dan pengawasan moral bagi anak-anak mereka. Sekolah
harusnya bergandengan tangan dengan orang tua di dalam mendidik anak, sehingga
pendidikan anak berjalan secara integratif.
Hal-hal
ini sangat banyak diabaikan, karena dianggap terlalu menyulitkan bagi pihak
sekolah. Sekolah hanya sibuk mengukur kemampuan intelektual anak didiknya, dan
berbangga diri jika anak-anak didiknya berhasil dengan nilai intelektual yang
tinggi dan mempunyai pengetahuan yang banyak. Kini, paradigma ini perlu
dipertanyakan dan dikembalikan kepada panggilan pendidikan yang mendasar, yaitu
membentuk seorang anak menjadi orang yang betul-betul dewasa secara moral,
mental, spiritual dan intelektual.
Guru,
pemerintah, dan lainnya harus mulai bersama-sama memperbaiki moral remaja saat
ini. Dengan memperhatikan kegiatan yang perlu dilakukan dalam proses aplikasi
pendidikan moral tersebut, kaitannya dengan kurikulum yang senantiasa berubah
sesuai dengan akselerasi politik dalam negeri, maka sebaiknya pendidikan moral
juga dilakukan pengkajian ulang untuk mengikuti competetion velocities dalam
persaingan global. Bagaimanapun negeri ini memerlukan generasi yang cerdas,
bijak dan bermoral sehingga bisa menyeimbangkan pembangunan dalam keselarasan
keimanan dan kemajuan jaman. Lingkungan sekolah maupun lembaga pendidikan
lainnya (formal-informal), masyarakat dan keluarga harus siap untuk membangun
komitmen bersama mendukung keinginan tersebut. Karena nasib bangsa Indonesia
ini terletak dan tergantung pada moralitas generasi mudanya. Tentu saja hal itu
tidak mudah, namun jika berusaha tentu akan mendapatkan hasil yang baik
kelak.
by: Eka
Hardiyanti Bugis
Bagus... Cocok untuk latar belakang. Rate 4/5
ReplyDeleteThank you..
Delete