Serunya Menjadi Peserta Program Literasi UNICEF *Part 2


Setelah melalui tes grup discussion, semua peserta dimohon untuk menunggu hasil rapat panitia. Karena ternyata tak semua peserta lolos ke tes selanjutnya yaitu microteaching. Sedih banget, karena pasti akan ada yang pulang dengan wajah dan hati yang tak karuan. Bayangkan, tes ini memakan waktu yang panjang seakan memberi harapan bahwa kamu pasti lolos. Tapi yaa, mungkin panitia kewalahan menangani peserta yang cukup banyak itu. Sedangkan microteaching adalah tes yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Disaat sedang menunggu dengan perut yang keroncongan, saya, Munaroh, dan Rahmah menghibur diri dengan bercerita lelucon-lelucon yang sebenarnya tidak lucu. Karena sesungguhnya kami tak sanggup untuk tertawa lepas seperti yang biasa kami lakukan di kampus. Pokoknya kami yakin bahwa kami tidak akan lolos, itu saja. Kemudian setelah menunggu sekitar 40 menit, ada info yang dishare panitia di grup whatsapp, dan ternyata nama-nama peserta yang lolos telah mereka tempel di lantai 1.  Kami bertiga yang saat itu berada di lantai 2, melihat beberapa peserta di bawah ada yang sudah pergi meninggalkan kampus biru itu. Rasanya kami bertiga enggan menuruni tangga untuk melihat pengumuman itu, seandainya bisa, kami ingin lompat langsung ke bawah dan langsung menuju motor untuk pulang. Hahaaa, pengecut sekali ya.

Tapi tiba-tiba ada peserta yang berbaik hati memotret pengumuman itu dan langsung share di grup WA. Kami pun langsung membaca nama-nama yang terketik di dua lembar kertas A4 itu dan kami menemukan dua nama yang kami kenal. Ya, hanya dua nama. Karena belum yakin, kami pun memutuskan untuk melihat pengumuman itu secara langsung. Dan... Hasilnya tetap sama, disana hanya ada nama Munaroh dan nama saya. Si Rahmah pun bergegas pulang. Saya dan Munaroh yang cukup kecapean dan kelaparan juga ingin sekali pulang. Tapi tiba-tiba panitia menyuruh peserta yang lolos untuk kumpul. Automatically, bye Rahmah, hati-hati di jalan.

Setelah tiba di ruangan, jumlah peserta yang lolos hanya sekitar 30 orang. 70% peserta dipulangkan. Hmmm mereka benar-benar jahat. Dari sekian kali tes, kenapa baru hari ini digugurkan peserta sebanyak itu. Ah sudahlah saya tak bisa menebak jalan pikiran panitia. Karena fokus saya langsung teralihkan dengan pernyataan dari Pak Dean yang ternyata manager program ini, bahwa microteaching akan dilaksanakan sekarang juga. What The.....? Tak habis pikir, microteaching adalah kegiatan yang membutuhkan persiapan yang banyak. Emang dikira guru ngajar itu hanya tinggal masuk ruangan langsung jadi. Banyak perangkat yang harus disiapkan, please. Tapi meski para peserta berusaha menolak putusan itu,  panitia tidak akan merubah pendirian mereka. Dibagilah kami menjadi dua grup. Dan seperti biasa, tanpa ekspektasi, tanpa perencanaan, tanpa persekongkolan, saya dan Munaroh kembali satu kelompok. Mungkin kita jodoh kali, yaaa. Hahaaa

Memasuki ruangan, kami diberi kesempatan untuk membuat RPP selama kurang lebih 10 menit. Lalu kami memilih nomor urut dan saya berada di urutan belasan. 11 deh kalau tidak salah ingat. Tapi Allah itu sungguh Maha Kuasa. Dia tau saya sama sekali tidak siap untuk microteaching hari itu. Lapar, capek, gugup, minder, semua menyatu seakan tak memampukan diriku untuk berdiri dari tempat duduk saat itu. Setelah 4 peserta maju, dua penilai yang salah satunya adalah Pak Dean itu, dan memang beliau yang memberi putusan itu, menyatakan bahwa microteaching dilanjutkan esok hari. MasyaAllah, Allah itu Luar Biasa, kawan. Alhamdulillah..

Saya pun bersikeras di rumah menyusun ulang RPP dan menyiapkan media-media yang dibutuhkan besok. RPP yang sudah saya buat sebelumnya dengan mapel Bahasa Inggris, saya ubah ke mapel Bahasa Indonesia. Karena setelah saya coba sinkronkan, program ini meskipun milik UNICEF tapi bukan untuk menggalakkan literasi dalam Bahasa Inggris. Dan alhamdulillah, pilihan saya tepat. Esok harinya Pak Dean ternyata ingin peserta mengajarkan mapel Bahasa Indonesia. Karena sebagian ada yang mengajar Biologi, Matematika, dll.

Oke tiba di hari tes terakhir itu, saya dan Munaroh hampir telat lagi. Entah seandainya kami telat seperti waktu itu, Pak Dean pasti tak akan memberi kami kesempatan kedua. Munaroh kalau tidak salah ingat, waktu itu mendapat urutan paling terakhir deh. Dan dia mengajarkan mapel PKN. Hari itu berjalan cukup seru. Karena microteaching adalah kegiatan yang paling seru dan lucu. Disaat satu peserta maju menjadi guru, peserta lainnya otomatis menjadi siswa dan berhak bertingkah sesuka hatinya layaknya siswa SD kelas 1,2, atau 3. Dan kalian bisa bayangkan sendiri bagaimana serunya itu. Ah, momen microteaching kembali tak menegangkan seperti kekhawatiran saya sebelumnya. Ohiya, pada saat itu saya dan Munaroh beserta Rahmah juga sih, mendaftar untuk menjadi pelatih untuk tingkat SD yah. Buat kalian yang belum tau program ini, kalian bisa baca dulu part 1 nya, okay...

Setelah microteaching usai, kami dikumpulkan lagi di satu ruangan. Disana kami mendapat kabar gembira bahwa semua peserta saat itu dinyatakan lolos dan berhak mengikuti pelatihan internal selama satu pekan. Tapi ternyata itu belum final. Karena pelatihan itupun sebenarnya lebih ke penilaian karakter dan personal kamu kayak apa. Dan hasilnya akan dibagi dua, ada yang terpilih langsung menjadi pelatih, dan ada yang menjadi pelatih cadangan. Sewaktu-waktu pelatih utama tidak bisa melanjutkan tugasnya, maka akan diganti dengan pelatih cadangan. Kurang lebih seperti itulah. Hehee
Pelatihan selama satu pekan itu dimulai setiap pukul 8 pagi hingga 4 sore. Pelatihan itu pun membongkar semua yang selama ini tertutupi. Ternyata dari jumlah sekitar 26 peserta program pelatih untuk tingkat SD, ada sekitar 16 orang yang mana mereka adalah mantan pelatih pada program tahun sebelumnya. Kemudian 6 dari mereka menjadi para pelatih yang melatih kami pada pelatihan itu. Nah, bingung dah. Xixii. Intinya yang melatih kami pada pelatihan itu adalah mantan pelatih program tersebut. Artinya mereka pun termasuk panitia. Karena 6 orang itu yang akhirnya menentukan nasib kami di akhir. Apakah layak atau hanya jadi cadangan. Heuheuuu, rumit tapi kami sadar bahwa kami sebegitu polosnya menyadari keadaan itu. Apalagi saya dan Munaroh berasal dari kampus yang berbeda.
Kemudian, pelatihan itu berlangsung cukup seru. Kami diajarkan metode mengajar baca tulis kepada anak dengan mudah dan menyenangkan. Dengan media-media yang bisa ditemukan di daerah-daerah terpencil. Pokoknya seru dan bikin betah. Tidak mau pulang, hehee.. Kegiatannya selain transfer ilmu dari pelatih ke peserta, ada pula kegiatan lain yang tak kalah serunya. Makan nasi liwet di atas daun pisang beramai-ramai, tentunya bersama panitia. Tiap hari ada game seru yang membuat kami semakin akrab. Dan di hari ke 7  ada pentas seni. Jadi saat pelatihan itu, kami dibagi menjadi 5 kelompok. Untuk program pendamping PAUD jumlah lebih sedikit, hanya sekitar 10 orang. Saat pentas seni itu, masing-masing grup menampilkan kreativitanya. Ada banyak hadiah, baik untuk grup maupun per orangan. Lalu kami pun saling bertukar kado. Sungguh momen terakhir yang sangat seru untuk sebuah perpisahan. Karena di hari terakhir itu, kami pulang dalam keadaan digantung. Bukan pake tali ya, tapi transparan. Hehee.. akan seperti apa nasib kami, akan diberitahu besok via sms. Jadi kami pulang dengan perasaan campur aduk.
Esok paginya, saya menerima 1 sms. Dari panitia. Saya dinyatakan terpilih menjadi pelatih cadangan. Alhamdulillah. Setidaknya ilmu yang mereka berikan selama satu pekan kemarin sungguh sangat bermanfaat bagi kami yang berprofesi sebagai guru. Setelah mencari info kesana dan kemari, ternyata Munaroh pun sama. Dan dari 26 peserta itu, kira-kira hanya 7 peserta yang berstatus cadangan. Semua mantan trainer tahun sebelumnya lolos. FYI, program ini boleh diikuti oleh siapapun selama kamu adalah seorang guru. Tidak ada batasan usia, jenis kelamin, tinggi badan, warna kulit, suku, agama. Bebas yang penting kamu waras dan kamu seorang guru atau sarjana kependidikan. Jadi saat pelatihan 1 pekan itu, yang kami temui beberapa peserta yang sudah pensiun dari tugas gurunya. Yang paling muda saat itu adalah saya, Munaroh, dan Eli. Kami bertiga baru saja lulus kuliah. Mungkin karena pengalaman yang masih minim, kami pun tak terpilih.

Saya pribadi bangga dan bersyukur pernah mengikuti rangkaian program tersebut. Meski akhirnya tidak terpilih. Tapi benar-benar menambah wawasan dan banyak sekali manfaatnya. Semoga program-program seperti ini terus diadakan. Tentunya pemerintah juga harus mendukung. Oke segitu saja ya cerita saya. Salam Literasi.

Berikut cuplikan momen-momen yang sempat diabadikan:


Ini salah satu foto proses pelatihan internal, maaf ya mbak fotonya candid :-D



Nah, ini Miss cantik yang sudah tebengin saya selama mengikuti program ini, si Munaroh :-D (hahaa, jangan marah ya namanya saya aliaskan)



Kalau ini, foto materi di salah satu sudut ruangan. Jadi setiap si pelatih memberikan materi, ia pun membuat semacam ini lalu ditempel di dinding. Sehingga memudahkan peserta mengingat materi yang sudah diajarkan sebelumnya. Ini hanya satu sudut, sebenarnya satu ruangan penuh dengan tempelan ini. hihii..


Nah, ini foto tepat di hari tes terakhir yaitu microteaching. Selfie dulu guys...



Ini nih, momen yang paling berkesan. Makan bareng di atas daun pisang, detik-detik terakhir menuju perpisahan, disenengin dulu baru pisah.. hu...hu..


Naah, ini kami semua dari kelas literasi, para calon trainer. Ini momennya satu hari pakai hitam putih untuk menyambut pak Menteri Pendidikan.



Terima kasih telah membaca. Semoga sehat selalu ya..

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Kaidah Bahasa Indonesia

Kurangnya Pendidikan Moral di Sekolah

Lack Of Moral Education In School